Bayangkan kamu memiliki sepotong lahan di suatu kaki bukit atau pinggir hutan, atau di tepi danau dengan pemandangan alam menawan — lalu kamu ubah menjadi vila, penginapan, atau glamping. Setiap akhir pekan atau musim liburan, pengunjung datang, membayar, dan kamu menikmati pendapatan pasif. Itu adalah esensi dari investasi properti di kawasan wisata alam.
Artikel ini akan menyelami potensi sewa, keindahan alam sebagai nilai jual, fasilitas penunjang, plus cerita nyata dan panduan agar investasi tidak jadi jebakan. Tulisan ini antara serius dan santai — biar kamu merasa seperti ngobrol sama teman yang sudah “terjun” ke proyek semacam ini.
Kenapa Wisata Alam Menjadi Magnet Investasi Properti?

Hawa Segar & Pesona Alami: Nilai Emosional yang Tak Ternilai
Wisata alam punya daya tarik emosional yang susah ditandingi kawasan perkotaan. Hutan, sungai, danau, air terjun — semua itu menghadirkan pengalaman damai, rehat sejenak dari rutinitas. Properti yang berdiri di tengah suasana alam punya daya magis tersendiri. Begitu seseorang membuka jendela dan langsung disambut udara segar serta suara gemericik air atau kicau burung, ada rasa tenang yang sulit dijelaskan. Itulah pengalaman yang tidak bisa dibeli di kota — dan justru karena hal sederhana itu, banyak orang rela membayar lebih.
Saya pernah merasakannya sendiri, waktu menginap di sebuah vila kecil di dekat air terjun di daerah Jawa Barat. Bangunannya biasa saja, bahkan furniturnya pun sederhana. Tapi pagi-pagi, begitu keluar teras dan melihat kabut tipis turun di antara pepohonan, rasanya seperti dunia berhenti sejenak. Di situ saya paham kenapa orang-orang berani keluar uang lebih untuk pengalaman semacam ini — bukan karena kemewahan, tapi karena kedamaian yang ditawarkan tempatnya. Itulah kekuatan “emosi alam”.
Wisata Berkembang & Tren Ekowisata
Destinasi alam seperti kawasan pegunungan, ekowisata hutan, wisata danau, atau taman konservasi semakin disukai. Wisatawan modern makin peduli lingkungan, ingin “turun ke alam”, bukan hanya jalan-jalan mal atau pantai ramai. Tren ini membuka ceruk bagi properti wisata alam.
Bukti nyata: Bali sebagai destinasi investasi properti (seperti Ubud, daerah pegunungan) mulai banyak diburu karena kombinasi alam + budaya.
Permintaan Homestay & Vila Meningkat
Orang yang ingin “menyepi” atau merasakan liburan berbeda sering mencari penginapan yang unik — bukan hotel besar, melainkan vila atau rumah kecil dekat alam. Rumah-rumah lokal pun banyak yang diubah menjadi homestay.
Narasumber: Kelebihan Memiliki Rumah di Dekat Tempat Wisata.
Semakin banyak destinasi alam dikembangkan (misalnya pengelolaan taman wisata, jalur trekking, jembatan gantung), makin besar nilai lahan di sekitarnya — termasuk properti wisata.
Potensi Sewa & Return (ROI) di Kawasan Wisata Alam
Salah satu daya tarik terbesar investasi properti di kawasan wisata alam adalah potensi pendapatan dari sewa. Tapi tentu tidak semua lokasi menjamin pendapatan besar — tergantung lokasi, fasilitas, musim, dan manajemen. Berikut aspek-aspek yang perlu diperhatikan:
Baca juga artikel serupa: Peraturan dan Regulasi Properti 2025 yang Harus di Ketahui.
Tingkat Hunian & Musiman
- Di destinasi wisata alam yang sudah dikenal, tingkat hunian bisa tinggi, terutama di musim liburan panjang.
- Namun, ada periode “off-season” saat pengunjung menurun drastis — misalnya musim hujan di daerah pegunungan tropis.
- Strategi agar hunian tetap stabil: tawarkan paket menarik di musim sepi, promosikan event lokal, dan diversifikasi jenis tamu (wisatawan, retret, workshop, perusahaan).
Di Bali misalnya, properti wisata alam di kawasan seperti Ubud / pegunungan tetap punya okupansi moderat sepanjang tahun dibandingkan kawasan pantai yang sangat bergantung musim liburan.
Tarif Sewa & Nilai Tambah
- Karena pengalaman alam jadi nilai jual, penginapan bisa mengenakan tarif di atas rata-rata penginapan biasa di daerah kota (asalkan fasilitas dan akses memadai).
- Contoh tambahan nilai: sarapan lokal, trekking pemandu, aktivitas alam (berkemah, kayaking, tour hutan), menyajikan kuliner lokal — ini bisa menjadi “upsell” yang meningkatkan pendapatan.
- Jika properti punya view eksotis (gunung, panorama lembah, lembah hijau) atau fitur unik (atap kaca, private pool, jembatan, taman), maka tarif bisa jauh lebih tinggi.
Proyeksi ROI & Apresiasi
- Properti di destinasi wisata alam yang populer bisa mengalami apresiasi nilai cukup tinggi dalam jangka menengah.
- Sewa + apresiasi nilai tanah + reputasi daerah akan meningkatkan potensi keuntungan.
- Namun, ROI realistis sangat tergantung pada okupansi, biaya operasional, pajak, pemeliharaan, dan biaya infrastruktur.
Contoh kasus: kawasan wisata alam di daerah pesisir Banyuwangi (Pantai Pulau Merah) — investor lokal mulai membangun vila dan homestay karena permintaan meningkat.
Fasilitas & Infrastruktur: Faktor Penentu Sukses
Memiliki panorama bagus saja belum cukup — fasilitas dan infrastruktur penunjang sangat krusial agar pengunjung merasa nyaman dan mau kembali.
Akses & Transportasi
- Jalan masuk harus mudah dan aman, terutama di musim hujan.
- Jika lokasi jauh dari jalan utama, harus ada kendaraan off-road yang difasilitasi.
- Parkir yang cukup, keamanan jalan, penerangan — ini penting.
- Akses transportasi umum (jika ada) atau layanan shuttle bisa menjadi nilai tambah.
Air, Listrik, dan Telekomunikasi
- Sistem air bersih (sumur bor, reservoir, sumber mata air) mesti dipastikan agar tamu tidak kekurangan air.
- Listrik harus stabil; jika lokasi terpencil, bisa kombinasi listrik + solar panel atau genset cadangan.
- Koneksi internet / sinyal ponsel — di dunia sekarang ini, wifi bagus hampir menjadi kebutuhan pokok bagi tamu, terutama yang bekerja remote.
Fasilitas Tambahan
- Area lounge, ruang bersama (co-living), gazebo, taman, area api unggun
- Kolam renang, jacuzzi, pondok kecil untuk relaksasi
- Fasilitas untuk anak-anak (playground), jalur hiking, trek sepeda
- Restoran/kafe kecil di lokasi, layanan makan atau dapur komunitas
- Spa, pijat, yoga, workshop alam
Semakin lengkap fasilitas → semakin besar nilai jual, tetapi juga makin tinggi ongkos operasional.
Manajemen & Pelayanan
- Pengelolaan yang baik sangat penting — kebersihan, pelayanan resepsionis, keamanan, pemeliharaan
- Jika kamu tidak tinggal di area, bisa menggunakan manajemen properti lokal
- Sistem booking & promosi digital (OTA seperti Booking.com, Airbnb, Traveloka) agar properti dikenal luas
Strategi & Tips Memulai Investasi Properti Wisata Alam
Berikut langkah-langkah praktis agar investasi berjalan lancar dan menguntungkan:
1. Riset Lokasi Secara Cermat
- Cari destinasi yang wisatawannya tumbuh atau direncanakan dikembangkan
- Pastikan kedekatan ke objek wisata alam utama, tapi cukup jauh agar suasana tenang
- Cek peta kontur, bahaya alam (banjir, longsor), status lahan legal
2. Pelajari Regulasi & Legalitas
- Pastikan status tanah legal (SHM, HGB, atau bentuk lain)
- Izin pendirian penginapan (izin wisata, izin lingkungan)
- Aturan zonasi, pembatasan bangunan
- Pastikan semua dokumen tertata agar tidak ada risiko hukum
3. Skema Investasi & Kepemilikan
- Bisa punya sendiri, patungan, atau skema kontrak sewa jangka panjang
- Skema kondotel (jika kawasan wisata sudah berkembang) — kamu memiliki unit, manajer mengelola dan bagi hasil
- Atau kamu menyewa lahan dan membangun fasilitas sendiri, lalu operasikan
4. Desain yang Menyatu dengan Alam
- Gunakan bahan alami (kayu, batu, kaca) agar bangunan “bernafas”
- Hindari pemotongan pohon besar, pertahankan pepohonan
- Tata lanskap agar aliran air alami tidak rusak
- Desain bangunan yang adapts (misalnya ventilasi silang, bukaan besar) agar tidak terlalu tergantung AC
5. Fitur Nilai Tambah & Diferensiasi
- Aktivitas alam (trekking, tubing, zipline)
- Edukasi alam, konservasi, workshop budaya
- Fitur instagramable — jembatan kayu, hammock di tebing, gardu pandang
- Paket wisata + penginapan, paket retret atau retreat spiritual
6. Promosi & Marketing
- Listing di OTA (Booking, Airbnb, Agoda)
- Media sosial (Instagram, TikTok) — visual alam dan testimoni tamu
- Kolaborasi dengan travel blogger, influencer alam
- Website sendiri dengan SEO untuk kata kunci “resort alam, villa hutan, retreat alam”
- Kerja sama dengan agen wisata lokal
7. Kelola Risiko & Musiman
- Tabung dana cadangan untuk perawatan, musim sepi
- Asuransi properti terhadap kerusakan alam (banjir, longsor)
- Adaptasi ke musim — misalnya menyediakan aktivitas indoor selama musim hujan
- Diversifikasi sumber pendapatan — misalnya menyewakan ruang acara, workshop
Baca juga artikel serupa: Rumah Kedua di Kawasan Wisata Premium – Investasi Cerdas dengan Potensi Keuntungan Ganda.
Tantangan & Risiko yang Harus Diantisipasi
Tidak semua investasi properti wisata alam mulus — berikut hambatan yang perlu disiapkan:
- Akses buruk / musim sulit: Jika jalan rusak di musim hujan, tamu bisa malas datang.
- Biaya operasional tinggi: pemeliharaan alam, listrik, air, kebersihan.
- Fluktuasi wisatawan: tergantung iklim, promosi, tren wisata.
- Perizinan terlambat / regulasi lingkungan: bisa menghambat ekspansi.
- Dampak lingkungan & konflik sosial: pembangunan besar bisa merusak alam atau memicu protes masyarakat.
- Risiko alam: banjir, longsor, gempa, erosi — harus ada mitigasi.
Kalau saya pernah mengikuti proyek vila di pegunungan — salah satu kendalanya listrik dan sinyal — tamu protes karena wifi jelek. Setelah memperbaiki, rating meningkat drastis. Makanya fasilitas dasar jangan diabaikan.
Contoh Studi Kasus: Mandalika & Kawasan Resort Alam
Kawasan Mandalika (Lombok) adalah contoh nyata pengembangan kawasan wisata tertata. Karena menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pengembang menyusun zoning: area villa, hotel, fasilitas publik.
Meski Mandalika lebih berbasis pantai & resort, prinsipnya bisa diaplikasikan ke wisata alam pegunungan atau desa wisata: zonasi, fasilitas massal, pengelolaan terpadu, promosi bersama.
Contoh lain di Banyuwangi (Pantai Pulau Merah) — investor mulai melihat potensi properti wisata alam (pinggir pantai + suasana alam) dan mulai membangun vila / kondotel.
Cerita Kecil dari Pengalaman Lapangan

Waktu itu saya berkunjung ke suatu daerah hutan di Jawa Tengah — belum ramai dikomersialkan. Ada satu rumah kayu yang dijadikan homestay lokal, simpel tapi bersih. Pemiliknya menggantung hammock, menyediakan sarapan lokal, dan menjual paket trekking kecil ke air terjun terdekat. Walaupun fasilitas sederhana, tamu datang hampir tiap akhir pekan.
Itu memberi pelajaran: lokasi + pengalaman unik + pelayanan tulus bisa mengubah sebuah rumah sederhana menjadi properti wisata. Jika properti seperti itu dikelola dengan baik, potensi peningkatan sangat besar ketika destinasi alam makin dikenal.
Perhitungan Kasar: Contoh Simulasi
Misalnya:
- Biaya pembangunan vila kecil + fasilitas pendukung: Rp 500 juta
- Biaya operasional + pemeliharaan tahunan: Rp 30 juta
- Okupansi rata-rata (setahun): 50%
- Tarif per malam: Rp 1 juta
Pendapatan kotor tahunan = 365 × 50% × Rp 1 juta = Rp 182,5 juta
Pengurangan operasional & biaya (listrik, air, staf, perawatan) misalnya 30% → bersih sekitar Rp 127 juta
ROI ≈ 127 / 500 = 25,4% per tahun (masih kasar dan ideal)
Catatan: nilai ini bisa jauh berbeda tergantung lokasi, tarif, okupansi, dan kondisi.
Kesimpulan
Investasi properti di kawasan wisata alam punya daya tarik yang kuat: perpaduan alam + pengalaman unik + potensi sewa + apresiasi lahan. Tapi jangan dikira semuanya bakal berjalan mulus begitu saja. Investasi di kawasan wisata alam itu nggak bisa asal nekat. Ada banyak hal yang perlu disiapkan sejak awal — mulai dari riset lokasi yang matang, desain bangunan yang menyatu dengan lingkungan, sampai bagaimana fasilitas dan pengelolaannya nanti. Semua butuh perhatian.
Kalau kamu baru mau coba, nggak usah langsung besar-besaran. Mulai dulu dari yang kecil, misalnya bangun satu unit homestay atau vila mungil. Rasakan dulu ritmenya — bagaimana musim memengaruhi kunjungan, bagaimana tamu memberi ulasan, dan seperti apa biaya operasionalnya. Dari situ baru bisa dikembangkan pelan-pelan seiring dengan meningkatnya permintaan. Dan yang paling penting: hargai alam dan masyarakat lokal, karena mereka adalah fondasi utama agar destinasi itu lestari dan dicintai wisatawan.
Baca juga artikel lainnya: