Rumah Kedua, Bukan Sekadar Tempat Liburan
Kalau kamu pernah liburan ke Bali, Puncak, atau Labuan Bajo lalu tiba-tiba berpikir, “Enak juga ya punya rumah kecil di sini,”—percaya deh, kamu nggak sendirian.
Banyak orang sekarang mulai melirik rumah kedua di kawasan wisata premium bukan cuma buat gaya atau pelarian dari hiruk-pikuk kota, tapi juga sebagai strategi investasi jangka panjang.
Menariknya, properti di kawasan wisata itu punya dua fungsi sekaligus: bisa dipakai sendiri untuk liburan pribadi, dan bisa disewakan waktu kamu nggak pakai. Nah, dari sinilah potensi keuntungannya mengalir.
Tapi tentu nggak asal beli juga. Harus ada hitungan, strategi, dan pemilihan lokasi yang matang.
Mengapa Rumah Kedua Jadi Tren Baru Investor Properti
Sebelum kita bahas angka-angka ROI, penting banget buat paham: kenapa fenomena ini naik daun.
Satu dekade terakhir, sektor pariwisata di Indonesia tumbuh luar biasa. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rata-rata peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik mencapai jutaan per tahun (lihat laporan lengkap di situs BPS).
Efeknya? Kebutuhan akomodasi ikut naik. Hotel penuh, villa diserbu, Airbnb jadi rebutan. Dari situ banyak investor melihat celah.
Banyak yang dulunya cuma punya satu rumah di kota, kini mulai beli “rumah kedua” di area wisata. Alasannya sederhana: mereka ingin punya tempat “kabur” saat jenuh, tapi tetap menghasilkan uang saat tidak digunakan.
Faktor Penentu Nilai Rumah Kedua
Kalimat klasik ini tetap berlaku di dunia properti: lokasi menentukan prestasi (dan profit).
Bayangkan kamu punya rumah kedua di daerah premium seperti Ubud, Nusa Dua, Lembang, atau Uluwatu. Harga tanahnya naik setiap tahun, belum lagi permintaan sewa jangka pendek yang terus stabil.
Lokasi strategis ini bukan cuma soal pemandangan, tapi juga aksesibilitas, infrastruktur, dan potensi wisata berkelanjutan.
1. Akses dan Infrastruktur
Misalnya, Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Bali kini sedang ekspansi. Efek domino-nya? Daerah sekitar bandara seperti Jimbaran, Sanur, dan Nusa Dua otomatis ikut naik pamor.
Kalau kamu punya properti di radius 10–15 km dari bandara, kemungkinan besar harga tanah dan sewa ikut terdorong naik.
Lihat saja beberapa contoh properti yang ditawarkan di situs seperti Planet One Realty, banyak di antaranya memanfaatkan momentum ini — fokus pada lokasi yang sudah siap tumbuh.
2. Daya Tarik Wisata dan Aktivitas
Semakin banyak aktivitas wisata di sekitar lokasi, semakin besar pula peluang rumah kamu disewa.
Contoh:
- Di Ubud, tren wellness tourism (yoga, spa, retreat) membuat permintaan villa naik signifikan.
- Di Lembang, wisata keluarga dan kuliner jadi magnet kuat tiap akhir pekan.
- Di Labuan Bajo, daya tarik wisata bahari mendunia.
Bahkan banyak pengembang kini menyiapkan proyek eco-living villa dan smart home rental untuk menyesuaikan gaya hidup modern di kawasan wisata.
Berapa Sebenarnya Potensi Keuntungannya?
Sekarang bagian paling ditunggu: return on investment (ROI).
Kita nggak bicara teori kosong, tapi pakai ilustrasi yang realistis.
Contoh Simulasi ROI
Misalkan kamu beli rumah/villa di kawasan Canggu, Bali seharga Rp2,5 miliar.
Lalu kamu sewakan di platform seperti Airbnb dengan tarif Rp2 juta per malam.
Dengan tingkat okupansi 60% (sekitar 18 malam per bulan), kamu bisa dapat:
Rp2 juta x 18 malam x 12 bulan = Rp432 juta per tahun.
Artinya, ROI-nya sekitar 17% per tahun.
Itu belum termasuk kenaikan nilai tanah, yang di Bali bisa mencapai 10–15% per tahun (berdasarkan data Colliers Indonesia dan Knight Frank).
Kalau digabungkan, total potensi imbal hasilmu bisa mencapai 25–30% per tahun.
Angka yang cukup menggiurkan untuk investasi properti fisik.
Pahami juga Biaya & Risiko
Tentu nggak semuanya manis. Ada beberapa hal yang wajib diperhitungkan sejak awal:
1. Pajak & Perizinan
Pastikan rumah kedua kamu legal untuk disewakan, terutama kalau masuk kategori akomodasi wisata.
Setiap daerah punya aturan sendiri soal izin usaha, IMB, hingga pajak sewa.
Cek regulasi terbaru di artikel Peraturan & Regulasi Properti 2025 supaya nggak salah langkah.
Baca juga artikel tentang: Peraturan dan Regulasi Properti 2025 yang Harus Diketahui.
2. Biaya Perawatan
Villa di daerah tropis butuh perawatan rutin. Kelembapan, lumut, rayap, dan cuaca ekstrem bisa bikin biaya maintenance melonjak.
Beberapa investor memilih kerja sama dengan property management profesional biar lebih efisien.
3. Fluktuasi Musiman
Pendapatan dari sewa bisa turun di musim sepi. Jadi jangan terlalu berharap pendapatan stabil 12 bulan penuh.
Biasanya, performa terbaik terjadi di bulan liburan seperti Juni–Agustus dan Desember.
Kapan Waktu Terbaik Membeli Rumah Kedua?
Timing itu penting. Banyak investor senior bilang, “Waktu terbaik membeli properti adalah kemarin. Waktu terbaik berikutnya adalah sekarang.”
Tapi tentu saja, perlu strategi.
1. Beli Saat Pasar Tenang
Justru ketika pasar sepi, posisi tawar kamu kuat. Harga bisa dinego, pilihan banyak, dan kompetisi minim.
Misalnya, beberapa area di Lombok dan Banyuwangi sedang dalam tahap berkembang. Ini waktu yang bagus untuk masuk sebelum harga melambung.
2. Fokus ke Potensi Jangka Panjang
Jangan cuma lihat potensi sewa musiman. Pilih daerah yang punya rencana pengembangan jangka panjang.
Contohnya, proyek infrastruktur pemerintah seperti jalan tol Bali–Gilimanuk atau bandara baru di Labuan Bajo.
Informasi lengkap bisa kamu pantau di situs resmi Kementerian PUPR.
Investor Kelas Menengah yang Sukses
Beberapa waktu lalu, saya sempat ngobrol dengan seorang teman, sebut saja Rudi.
Dia bukan pengusaha besar, tapi kerja kantoran biasa di Jakarta. Tiga tahun lalu, dia nekat beli rumah kecil di daerah Beraban, Canggu seharga Rp1,2 miliar.
Sekarang? Rumah itu disewa terus hampir tiap bulan.
Pendapatan sewanya cukup untuk bayar cicilan, bahkan sisa sedikit untuk tabungan anak.
Rudi bilang, “Awalnya saya cuma mau punya tempat buat kabur dari kerjaan. Eh, ternyata malah jadi mesin uang.”
Kisah seperti ini bukan satu dua. Banyak investor rumahan yang akhirnya menikmati hasil besar karena berani melangkah lebih dulu.
Agar Rumah Kedua Kamu Lebih Cepat Laku Disewa
- Gunakan desain menarik. Rumah dengan konsep natural atau tropis modern biasanya lebih diminati wisatawan.
- Tambahkan fasilitas modern. Smart lock, Wi-Fi cepat, dapur lengkap — semua jadi nilai tambah.
- Kelola secara profesional. Jika tidak sempat urus sendiri, gunakan jasa manajemen properti terpercaya.
- Promosikan di platform digital. Gunakan foto berkualitas dan deskripsi menarik di Airbnb, Traveloka, dan Booking.com.
- Pastikan kebersihan dan kenyamanan. Ini faktor nomor satu yang bikin tamu balik lagi.
Eco Villa dan Smart Home Rental
Tren global sekarang mengarah ke sustainability dan teknologi pintar.
Rumah dengan panel surya, taman hijau, dan sistem otomatisasi bukan cuma keren, tapi juga lebih hemat energi.
Lihat contohnya di artikel Hunian Ramah Lingkungan: Properti Premium Green Living — konsep seperti ini mulai banyak diterapkan di kawasan wisata premium.
Properti seperti itu punya nilai jual lebih tinggi dan lebih cepat menarik penyewa kelas atas.
Investor yang berpikir jangka panjang biasanya sudah mulai melirik segmen ini.
Rumah Kedua Bukan Sekadar Properti, tapi Gaya Hidup & Aset Masa Depan
Punya rumah kedua di tempat wisata premium bukan cuma soal gaya atau gengsi.
Kalau dikelola dengan benar, ini bisa jadi sumber pendapatan pasif yang stabil sekaligus aset jangka panjang dengan nilai terus naik.
Kuncinya ada di:
- Pemilihan lokasi strategis
- Perhitungan ROI realistis
- Manajemen properti yang efisien
Jadi, kalau kamu lagi menimbang investasi properti, mungkin ini saatnya melirik rumah kedua — bukan di tengah kota, tapi di kawasan wisata dengan potensi tinggi.
Kamu bisa mulai riset langsung di Planet One Realty dan temukan proyek yang sesuai gaya hidup serta tujuan investasimu.
Baca juga artikel lainnya: