Mungkin terdengar paradoks: di tengah kondisi pasar properti yang tampak lesu—orang banyak berhati-hati membelanjakan uang, suku bunga masih sensitif, kepercayaan konsumen melemah—justru segmen hunian premium menunjukkan kecenderungan kenaikan harga. Mengapa bisa begitu?
Sebagai seseorang yang pernah ikut survei kecil-kecilan ke proyek perumahan mewah di pinggiran kota (saya sendiri ngobrol dengan petugas penjualan di kawasan BSD & Bogor), saya melihat ada “kegilaan kelas atas” yang tetap kuat: sebagian orang menahan pembelian rumah menengah, tapi kalau dana sudah cukup, mereka memilih langsung ke kelas atas agar “tak salah beli”.
Dalam tulisan ini, kita akan kupas:
- Kondisi makro & data pasar properti terkini
- Perbedaan fundamental antara segmen menengah dan premium
- Faktor pendorong kenaikan harga hunian premium 2025
- Suara pakar / wawancara mini
- Risiko & catatan penting
- Kesimpulan dan prediksi
Mari mulai.
I. Gambaran Umum Pasar Properti Indonesia 2025
Sebelum ke segmen premium, kita perlu melihat dulu peta besarnya.
Ukuran pasar & tren pertumbuhan
- Menurut data dari Mordor Intelligence, pasar real estate Indonesia diperkirakan mencapai USD 66,74 miliar pada 2025, dengan CAGR sekitar 5,44 % dari 2025 ke 2030.
- Laporan “Pasar Properti Indonesia 2025 Tetap Tangguh” menyebut bahwa meskipun penjualan rumah komersial turun, nilai pasar secara keseluruhan akan tetap naik karena faktor pengembangan infrastruktur, urbanisasi, dan kebijakan pemerintah.
- Pinhome melaporkan bahwa di semester I 2025, segmen upper-middle dan luxury mengalami pertumbuhan inventaris baru masing-masing 34 % dan 17 % dibandingkan semester sebelumnya.
- Indeks Harga Properti Perumahan (IHPP) kuartal II-2025 tercatat di angka 110,13, naik dari 109,93 kuartal sebelumnya — indikasi bahwa harga properti secara umum mulai stabil dan sedikit naik.
Jadi: meski kondisi pasar terasa “lesu” (oleh banyak orang karena penjualan melambat, permintaan tertunda, atau suku bunga tinggi), secara makro pasar properti masih punya momentum positif.
Tantangan segmen menengah
Sebab pasar lesu sering terasa di segmen menengah ke bawah:
- Kebijakan insentif seperti PPN DTP (pembebasan PPN) lebih banyak menguntungkan properti hingga harga tertentu (misalnya di bawah Rp 2 miliar), sehingga segmen mahal tidak terlalu tersentuh.
- Banyak konsumen menunda pembelian hingga situasi ekonomi lebih jelas, terutama di kelas menengah yang rentan terhadap suku bunga dan kredit macet.
- Harga bahan bangunan naik, biaya logistik meningkat, dan regulasi lokal (IMB, perizinan) semakin ketat—membebani developer rumah menengah kecil.
- Pasokan lahan di kawasan kelas menengah (yang strategis) makin menipis, sehingga kenaikan margin lebih terbatas.
Jadi, segmen menengah menanggung beban berat di era ketidakpastian. Tapi segmen premium punya ruang “naik” yang berbeda.
II. Perbedaan Struktural: Segmen Menengah vs Segmen Premium
Untuk memahami kenapa premium bisa naik harga, kita perlu tahu apa yang membedakan segmen ini secara fundamental:
Aspek | Hunian Menengah | Hunian Premium |
---|---|---|
Target pembeli | kelas menengah / kelas pekerja / first-time buyer | eksekutif, profesional, investor kaya, ekspatriat |
Sumber pendanaan | kredit KPR, cicilan, subsidi pemerintah | dana tunai, sumber pinjaman besar, investor institusional |
Sensitivitas terhadap suku bunga | tinggi | relatif lebih rendah |
Sensitivitas terhadap biaya – material / ongkos konstruksi | sangat sensitif (margin tipis) | bisa menanggung biaya ekstra demi kualitas |
Lokasi & aksesibilitas | di pinggiran kota, kota penyangga | di kawasan strategis, pusat kota, view premium, panorama, akses istimewa |
Fasilitas & premium features | cukup standar (fasilitas umum) | high end: smart home, taman atap, kolam renang, lanskap, interior mewah |
Skala proyek | bisa skala menengah | sering skala besar, proyek terintegrasi, desain arsitektur khas |
Margin developer | relatif tipis | margin bisa lebih tinggi, “premium pricing” |
Karena struktur ini berbeda, tekanan eksternal (seperti kenaikan biaya material, atau suku bunga) tidak memukul kedua segmen sama rata. Developer premium punya buffer lebih besar untuk “mengalihkan” biaya ke harga jual.
III. Alasan Kenapa Hunian Premium Naik Harga Meski Pasar Lesu
Berikut rangkuman faktor-faktor pendorong kenaikan harga hunian premium:
Baca juga: Desain Arsitektur Premium yang Sedang Tren: Minimalis Modern Luxury Tropis & Art Deco
1. Keterbatasan lahan premium & lokasi strategis
Lahan di pusat kota atau kawasan elit makin langka. Developer yang berhasil memperoleh lahan premium punya keunggulan signifikan. Karena stok lahan terbatas, harga tiket masuk naik — otomatis mendorong harga jual unit hunian premium juga naik.
Contoh nyata: di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), lahan sangat terbatas dan sangat premium, sehingga rumah mewah di cluster elite tetap diminati meskipun pasar umum melambat.
2. Permintaan terkonsentrasi & buyer kelas atas tetap aktif
Banyak pembeli kelas menengah menahan diri atau menunda pembelian, namun pembeli kaya (eksekutif, investor besar, ekspatriat) masih memiliki likuiditas dan keinginan untuk properti premium. Mereka sering mencari properti sebagai instrumen penyimpan nilai dan hedge terhadap inflasi.
Permintaan ini mungkin tidak sebesar segmen menengah, tapi cukup kuat untuk menyokong kenaikan harga di kelas atas.
3. Fitur premium & diferensiasi produk
Hunian premium menawarkan keunggulan ekstra: desain eksklusif, material kelas atas, smart home, lanskap mewah, privasi maksimal, view bagus, fasilitas high end, keamanan tinggi, dan lokasi terbaik. Semua elemen ini menambah nilai dan dapat dibebankan pada harga.
Ketika developer menambahkan fitur yang unik dan bukan “standar pasar”, mereka bisa menaikkan harga lebih agresif—pembeli premium menerima karena eksklusivitas dan pengalaman hidupnya yang berbeda.
4. Kenaikan biaya konstruksi dan material
Semua kelas properti terkena dampak kenaikan biaya material (besi, semen, cat, kaca, sistem listrik/air), tenaga kerja, transportasi. Tapi di segmen premium, developer lebih mudah menyerap atau mengalihkan ke harga jual tanpa menghancurkan margin, sedangkan segmen menengah tidak punya ruang.
Ketika misalnya beton dan baja naik signifikan, harga hunian premium sering ikut naik — kadang lebih dari proporsional — untuk menjaga margin dan kualitas.
5. Efek investasi dan ekspektasi apresiasi
Investor properti cenderung berburu “mobilitas ke atas” — mereka melihat bahwa properti premium cenderung punya potensi apresiasi jangka panjang lebih stabil dibandingkan properti murah/menengah. Ini karena:
- Lokasi premium cenderung mendapat prioritas infrastruktur (akses jalan, transportasi, fasilitas publik)
- Daya tarik jangka panjang terhadap segmen kelas atas
- Tahan terhadap fluktuasi pasar dibanding properti murah yang lebih rentan ke oversupply
Karena itu, investor bersedia membayar premi ekstra sekarang agar mendapatkan aset yang akan naik nilainya nanti.
6. Branding & reputasi developer
Developer besar dengan nama kuat punya “hak premi”—pembeli percaya kualitas, reputasi, after-sales, legalitas—dan mereka rela membayar lebih. Developer yang sukses menjual hunian premium dengan lokasi matang dan track record pasti punya “citra premium” yang dibeli konsumen.
7. Kebijakan fiskal & stimulus yang memprioritaskan rumah murah / menengah
Karena kebijakan insentif (PPN, subsidi) lebih diarahkan ke rumah dengan harga terbatas (misalnya < Rp 2 miliar), maka segmen menengah “diberi bonus”, sedangkan hunian premium tidak menikmatinya. Itu membuat beban segmen premium lebih berat, dan developer mengompensasi lewat harga jual naik.
Namun justru karena insentif itu membuat segmen menengah lebih kompetitif, developer premium bisa menonjolkan keunggulan mereka dan menjual ke pasar yang tak terlalu bergantung insentif.
8. Efek psikologis & scarcity premium (fenomena eksklusivitas)
Ada efek psikologis bahwa kalau sesuatu terlihat langka dan eksklusif, orang menganggap nilainya lebih tinggi. Developer sering membatasi unit, menjaga esklusivitas, sehingga pembeli merasa “harus cepat beli”. Dalam kondisi pasar ambigu, eksklusivitas menjadi selling point.
9. Peralihan dana investasi ke properti premium
Di tengah ketidakpastian saham, obligasi, inflasi, sebagian investor mencari “safe asset” — properti premium menjadi pilihan menarik. Mereka lebih memilih hunian premium sebagai bentuk diversifikasi portofolio, terutama bila return sewa atau kenaikan harga diprediksi stabil. Ini menambah tekanan permintaan terhadap kelas premium.
10. Lokasi satelit premium & ekspansi kota
Pertumbuhan kota dan koridor baru menjadikan kawasan pinggiran premium menjadi area incaran. Developer premium menjajaki lahan-lahan di satelit kota yang masih “premium” (view, udara bagus, akses tol/MRT baru) — sehingga kawasan yang dulu pinggiran pun mulai dihargai premium.
Contoh: di Jabodetabek, daerah Bogor, Karawang, Tangerang makin banyak proyek premium yang naik harga signifikan. Menurut laporan Pinhome, pertumbuhan hunian di Karawang naik 129 % dan Bekasi 113 % dalam permintaan di segmen menengah atas / premium.
Baca juga: Perbandingan Harga Properti Mewah: Jakarta Selatan vs Kawasan Baru
IV. Wawancara Mini & Perspektif Pakar
Untuk memperkuat argumen, saya kumpulkan kutipan dari beberapa pakar serta pengalaman praktis.
Kutipan dari pakar
- Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch, menyebut bahwa hunian senilai Rp 1-2,5 miliar menjadi primadona, namun untuk properti di atas Rp 3 miliar ada perlambatan. Artinya, pasar premium tetap sensitif terhadap harga ekstrem, tapi masih ada ruang.
Baca juga: Pasar Properti RI Mulai Bangkit, Hunian Rp 1-2,5 M Jadi Primadona - Ferry Salanto, Head of Research Colliers Indonesia, menyebut bahwa gedung perkantoran kelas premium mulai menjadi pendorong dalam properti umum, karena permintaan terhadap kualitas, inovasi, dan keberlanjutan makin tinggi.
Baca juga: Tren Pasar Properti Kuartal III-2025: Kantor Premium dan Mal Lifestyle Jadi Incaran Baru di Jakarta - Laporan Knight Frank tentang pasar residensial premium di Indonesia menyebut bahwa pasar premium menunjukkan stabilitas (pertumbuhan ~0,6 %) meskipun pasar umum melemah.
Baca juga: Wawasan Pasar Hunian Premium Indonesia: Tren dan Peluang
Kisah lapangan kecil
Beberapa bulan lalu saya mampir ke showroom cluster mewah di kawasan pinggiran Jakarta (namun dekat akses tol & transportasi publik). Petugas menjelaskan: “Banyak konsumen yang merasa jika mereka mau pindah ke hunian menengah dulu, takut malah nilai jualnya stagnan atau rugi. Jadi daripada pilih rumah Rp 1,5 miliar yang mungkin lambat naik, mereka langsung cari rumah Rp 3–4 miliar yang punya peluang lebih agresif.”
Mereka juga bilang bahwa di proyek mereka, permintaan unit paling atas (corner, view, sky garden) tetap banyak, meski unit biasa agak sepi peminat. Hal ini konsisten dengan perilaku buyer premium yang mencari keunikan dan keistimewaan.
V. Perbandingan Angka: Harga & Kenaikan Antara Segmen

Agar tidak hanya teori, mari lihat beberapa perbandingan data:
- Di area strategis Jakarta / kota besar, kenaikan harga properti mencapai 12–20 % dibanding tahun sebelumnya, terutama di kawasan wisata atau area strategis.
- Pinhome melaporkan bahwa inventaris baru segmen upper-middle naik 34 %, dan luxury naik 17 %.
- Menurut laporan “Pasar Properti Mulai Pulih”, penjualan rumah naik ~12 % di kuartal pertama tahun 2025 dibanding tahun sebelumnya. Namun, kenaikan ini lebih terasa di segmen bawah-menengah.
- Laporan “Pasar Properti Indonesia Tetap Tangguh” menyebut bahwa meskipun penjualan turun, nilai pasar tetap tumbuh.
- Beberapa kawasan premium di Bali juga menunjukkan apresiasi properti, terutama vila dan properti mewah, terkait tren staycation dan digital nomad.
Dari sini terlihat: segmen premium dan upper-middle masih tumbuh (meskipun tidak spektakuler), sedangkan segmen menengah lebih sensitif terhadap fluktuasi.
VI. Risiko & Catatan Penting
Meskipun terlihat “aman”, kenaikan harga hunian premium bukan tanpa risiko. Beberapa catatan:
- Overpricing & likuiditas terbatas
Jika harga terlalu tinggi, pembeli potensial tidak cukup banyak, sehingga properti bisa sulit dijual kembali ketika pasar memburuk. - Suku bunga & pembiayaan
Jika suku bunga kembali naik atau kredit ketat, sebagian pembeli premium yang memakai leverage juga bisa tertahan. - Oversupply di segmen premium
Jika banyak developer masuk ke pasar premium secara serentak, bisa muncul oversupply—terutama di lokasi satelit yang belum punya infrastruktur baik. - Keterbatasan pasar penyewa premium
Jika tujuan investasi untuk disewakan, pasar penyewa untuk unit premium lebih sempit dibanding hunian menengah biasa. - Risiko ekonomi makro & inflasi
Jika ekonomi shock (resesi, mata uang terdepresiasi), properti mahal bisa terkena dampak lebih besar dalam hal permintaan. - Regulasi & pajak
Pemerintah bisa mengubah kebijakan pajak, PPN, atau regulasi kepemilikan properti di segmen mahal. Kalau ada kebijakan yang membatasi properti elit, kenaikan bisa terhambat. - Ekspektasi buyer premium lebih tinggi
Jika produk tidak sesuai janji (kualitas, fasilitas, maintenance), reputasi rusak dan harga jual sulit dipertahankan.
VII. Prediksi & Saran Bagi Developer / Investor / Pembeli
Prediksi
- Kenaikan harga hunian premium di tahun 2025 cenderung moderat — bukan lonjakan spektakuler — karena daya beli umum masih terbatas.
- Apresiasi lebih terasa di lokasi strategis utama, proyek flagship developer, atau kawasan baru yang sedang berkembang premium.
- Permintaan untuk unit dengan fitur unik / eksklusif (view, taman, smart features) akan lebih melekat.
- Akan ada konsolidasi: developer premium yang kompeten bertahan, sementara pemain kecil di segmen mahal bisa tertekan.
Saran Developer
- Fokus ke proyek premium yang punya keunggulan diferensiasi nyata (lokasi, arsitektur, fasilitas)
- Jaga reputasi dan delivery on promise (kualitas, maintenance, after sales)
- Kelola pasokan agar tidak oversaturasi
- Perhitungkan struktur biaya & fleksibilitas harga agar bisa merespons perubahan input cost
- Analisis demand lokal: jangan sekadar impor konsep premium dari kota lain
Saran Investor / Pembeli
- Pilih lokasi strategis dan proyek dari developer tepercaya
- Utamakan unit dengan fitur premium yang punya daya jual / disewakan tinggi
- Pertimbangkan horizon investasi jangka menengah-panjang
- Pastikan likuiditas: jangan semua dana terkunci di satu unit mahal
- Cermati regulasi lokal dan rencana infrastruktur di sekitar lokasi
Baca juga: Cara Aman Menghindari Penipuan Saat Beli atau Jual Rumah
Kesimpulan
Meski pasar properti secara umum terasa lesu oleh banyak orang — terutama di segmen menengah ke bawah — hunian premium tetap menunjukkan kecenderungan kenaikan harga di 2025. Hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor:
- keterbatasan lahan premium
- permintaan dari buyer kaya & investor
- fitur premium & value tambahan
- kenaikan biaya konstruksi yang bisa dialihkan
- persepsi eksklusivitas & branding
- investor properti yang mencari “safe asset”
- ekspansi kota & koridor satelit premium
Pada akhirnya, segmen premium punya ruang gerak yang lebih luas untuk menaikkan harga meskipun pasar umum melemah. Tapi tentu tidak tanpa risiko. Bagi developer yang mampu menjaga kualitas dan diferensiasi, serta bagi investor yang cermat memilih lokasi dan fitur, hunian premium tetap menjanjikan.
Baca juga artikel lainnya: